Warna Warni Jersey Bola Liga Indonesia

Jersey sebenarnya tidak melulu soal seragam untuk sepak bola. Istilah awalnya berasal dari bahasa Inggris, "a close-fitting pullover shirt" yang bisa diartikan sebagai baju yang pas dengan badan, baju yang ketat di badan, kemeja yang pas di badan, yang mana identik dengan baju olahraga. Basket, rugby, softball, tenis, bulutangkis, dll dll semua memiliki jersey dengan kekhasannya masing-masing.
Tapi karena @ceritajersey hanya fokus ke sepak bola, kita bahas yang di bola sepak aja ya. :)))
Aturan mengenai pakaian yang seragam untuk satu tim bola pertama keluar di tahun 1891 oleh FA. Tiap klub karus mendaftarkan warna kaos atau seragam tanding mereka. Pada masa itu jersey bola masih berat karena berbahan wol dan berlengan panjang. Di akhir abad 18, baru terbit aturan mengenai seragam home away yang kemudian direvisi pada tahun 1921 dan bertahan hingga sekarang. Nah di abad 19, barulah bahan katun digunakan sebagai jersey. Seragam yang dikenakan menjadi lebih ringan walaupun memiliki potongan yang lebih rumit. Aturan mengenai nomor punggung juga sudah disahkan di tahun 1928
Seiring perkembangan zaman, secara bergantian masuklah apparel-apparel dalam mensupport jersey bola suatu klub. Lalu di tahun 1980-1990an mulai ada space bagi klub untuk memasang logo sponsor di jersey. Desain jersey juga mulai lebih variatif. Di tahun 2000an, jersey sudah mulai bermain dengan teknologi, baik dari pemilihan bahan, sistem drifit, laser cutting, dan lain-lainnya. Jersey juga menjadi salah satu pemasukan untuk klub dari sektor merchandise.

Sebuah jersey juga dapat menegaskan suatu kelas, status, citra diri, dan daya tarik si pemakai, sesuai pendapat Dick Hebdige mengenai signifikasi style. Style ini bisa dipakai juga sebagai sebuah media untuk menentang kemapanan, menyuarakan protes, dan menunjukkan identitas diri.
 
Di Indonesia, fashion statement ini mungkin belum terlalu terasa di era Perserikatan, Galatama, dan bahkan awal-awal Liga Indonesia. Seluruh jersey peserta kompetisi disediakan oleh penyelenggara turnamen dan hanya warna dan logo klub saja yang membedakan mereka. Identitas masing-masing klub terasa dari pemilihan warna-warnanya, seperti Persebaya dengan hijau, Persija dengan merah, Persib dengan biru, dan lainnya. Di tahun 1990an, tidak semua orang bisa memiliki jersey klub atau pemain idolanya yang bermain di Liga Indonesia. Wajar karena memang tidak dijual umum, dan karena itulah harganya bisa melambung tinggi di secondary market saat ini.
Masuk ke tahun 2000-an, permainan jersey di Liga Indonesia tidak lagi didominasi Adidas, Reebok, Nike, atau Diadora yang notabene apparel asing. Konveksi lokal seperti Vilour mulai banyak mensupport tim-tim Liga Indonesia. Jangan lupakan juga Bolamania yang juga mendukung klub-klub Jogja dan Jawa Tengah seperti PSIM dan Persis Solo. Fenomena motif batik di jersey pun muncul dari kreatifitas Bolamania ini untuk jersey PSIM. Dan tentu, salah satu apparel besar di Indonesia, Specs, juga mulai bekerjasama dengan banyak klub-klub besar di Indonesia. Specs juga terkenal dengan seri batiknya untuk klub-klub seperti PKT Bontang, PSM Makassar, PSMS Medan, dan yang paling diingat: Sriwijaya FC.
Style masing-masing klub, yang masih kental dengan semangat kedaerahannya ditegaskan melalui seragam tempur yang dikenakan para punggawanya. Siapa dari kita yang baru mengenal songket setelah motifnya tampil di jersey Sriwijaya FC? Secara tidak langsung, pada penikmat bola Indonesia juga jadi terpapar dengan kekayaan bangsa ini. Di era saat ini, dengan makin banyaknya apparel lokal yang bekerja sama dengan klub liga, makin memperbesar peluang bagi para "seniman" dan klub-klub untuk merepresentasikan identitas mereka dengan wadah yang lebih dikenal, lebih luwes, dan yang pasti: lebih terjangkau.
Reds dengan tema Trustdisionalnya adalah salah satu contoh apparel yang konsisten dalam memasukkan unsur budaya dalam jersey-jersey klub yang disponsorinya. Kita bisa melihatnya dalam jersey Persiba Bantul beberapa tahun belakangan, lalu Persig Gunung Kidul, dan terakhir ada Persikup Kulonprogo. Di lain sisi, apparel-apparel lokal juga makin meningkat kualitasnya dengan tetap mengusung tema yang sesuai dengan partner klubnya, seperti Riors dengan PSISnya, atau Specs dengan Persija. Tren self apparel seperti yang diusung Persebaya, Bali United, Borneo FC serta Persib Bandung juga tidak melupakan dua hal ini: kualitas & desain. Rasanya kita sebagai kolektor makin dimanja dengan hal-hal seperti ini, walaupun tetap ada yang harus diperbaiki di beberapa hal oleh apparel-apparel lokal terutama dalam hal kapasitas produksi dan QC produk akhir.
Yang pasti, masa ini jauuuh lebih baik dari 10 tahun lalu. Jaman jersey Persib - diadora masih dirilis terbatas (100 pcs) oleh PT. PBB. Jaman masih harus punya kontak orang dalam klub buat dapetin jersey resmi tim. Jaman harus blusukan kesana kemari untuk dapat jersey klub (cara ini masih dipakai, terutama untuk hunting jersey-jersey bersejarah yang memang waktu itu tidak dijual resmi, baik klub maupun timnas. Salut dengan para sesepuh!). Sekarang, buka IG, search nama klub, mayoritas sudah memiliki official store. Kita bisa beli online maupun offline di sana. Kalau klub belum punya store, bisa langsung hubungi apparel. Memang sih, tidak semua klub prepare ready stok untuk dijual (banyak yang masih sistem pre order), namun tentu hal ini harus diapresiasi.
Apresiasinya seperti apa? Ya jelas... jangan beli barang bajakan. Para pemain bola dan pekerja kreatif di apparel ini juga butuh dukungan nyata dari para stakeholder industri bola. Oke, mungkin untuk para pemain dapat gaji dari klub, klub dapat dana segar dari sponsor dan investor, tapi itu kalau klubnya punya sponsor. Kalau tidak? :)))
Pengeluaran klub juga bukan hanya gaji pemain, tapi operasional klub sehari-hari, persiapan pertandingan kandang, pembinaan akademi, bonus prestasi, dan masih banyak lagi. Merchandise dapat menjadi salah satu pemasukan bagi klub di samping sponsor, subsidi hak siar, dan tiket. Jadi, ya belilah barang original klub semampumu. Begitupun untuk jersey yang langsung dari apparel. Ada sekian persentase bagi hasil antara klub dengan apparel. Secara tidak langsung, pembelian jersey juga akan membantu klub disamping menghidupkan geliat perekonomian industri kreatif lokal Indonesia.
Nah, tentang jersey klub Liga Indonesia, @ceritajersey suka mengangkat masing-masing jersey tersebut karena kisah yang termuat dalam desain-desainnya. Ada yang menceritakan julukan klub, identitas daerah setempat, kenangan akan juara kompetisi, dan banyak lagi. Nah, apa pendapat kalian mengenai unsur lokal dalam desain jersey klub Liga Indonesia? Ceritakan juga dong tentang satu jersey favorit kalian. Tulis di kolom komentar di bawah ya. :)

Referensi tulisan sejarah jersey dunia & Indonesia serta sumber pemasukan klub:
1 | 2 | 3
Share:

Liga 3 2019 Zona Riau Champion - Tornado FC 2019 3rd Jersey

#JerseyJawara akan mengulas jersey-jersey para juara liga, dari level tertinggi Liga 1 hingga Liga 3 level zonasi. Edisi kali ini kita akan membahas jersey dari juara Liga 3 2019 Zona Riau, Tornado FC, yang mana menggunakan jersey ketiga atau third pada saat menghadapi PS Siak di partai final.
Tornado FC merupakan klub asal Pekanbaru, Riau. Klub ini cukup menjanjikan setelah di tahun 2018 lalu menjuarai Liga 1 Askot PSSI Pekanbaru. Prestasi tersebut berlanjut di tahun 2019 saat menjuarai Liga 3 Zona Riau. Liga 3 di Riau diikuti oleh 12 klub yang terbagi dalam 3 grup. Dari masing-masing grup ini kemudian diambil peringkat 1 & 2 untuk bertanding lagi di babak 6 besar yang berformat full kompetisi. Namun karena Pelalawan United mundur, hanya ada 5 tim yang bertanding di babak ini. Partai terakhir Liga 3 2019 Zona Riau mempertemukan PS Siak dengan Tornado FC. Sempat kalah 1-2 di leg 1, Tornado FC menang 2-1 di leg 2 untuk kemudian melanjutkan pertandingan dengan adu penalti. Di adu tos-tosan inilah Tornado FC menang dan sebagai juara Zona Riau, mereka berhak mewakili provinsi di level regional. Kiprah Tornado FC akhirnya berlanjut hingga Liga 3 Nasional, walaupun harus tersingkir di babak grup karena hanya mengemas dua poin dari tiga pertandingan. Photo by: @tornado_football_club
Tornado FC menggunakan jersey ketiganya di pertandingan akhir Liga 3 Zona Riau 2019.  Putih menjadi pilihan warnanya setelah orange untuk home dan kuning untuk jersey away. Uniknya, meski berbeda warna dan desain, ketiganya tetap mengandung unsur angin, yang mana menjadi elemen dari tornado, sesuai nama klub. Jika di jersey home tergambar jelas mengenai ilustrasi angin di bagian depan, maka di jersey third ini terdapat motif hujan turun. Kombinasi warna putih dengan aksen hijau & kuning untuk jersey third cukup ideal karena kontrasnya dengan warna dua jersey utama klub. Jersey Tornado FC sendiri musim ini disupport oleh apparel FAT asal Riau, apparel yang sama yang juga mensponsori tim Liga Filipina, Mendiola FC.
Apparel FAT mengemas jersey ini dalam polybag berlogo FAT dan mottonya, "Dream It and Make It"
FAT, yang berdiri sejak 2013, pada awalnya lebih dikenal sebagai produk sarung tangan kiper. Produk-produk glovesnya antara lain Venom Medius, Venom Speed, dan Venom Altus. Kualitas produknya dikenal hingga negara lain seperti Malaysia, Singapore, Brunei, Qatar, hingga ke benua Eropa. Di tahun ini, FAT juga merambah kerjasamanya untuk dukungan jersey klub & timnas, seperti Mendiola FC di Liga Filipina dan timnas U-16 Mariana Utara. Logo apparel yang terpampang di jersey ini bermaterialkan TPU, hal yang jarang dilihat ketika biasanya material TPU digunakan untuk logo klub. Di jersey pre-season Tornado FC, logo apparel berupa woven.
Logo klub Tornado FC ini berupa printing polyflex. Logonya cukup sederhana, sebuah pusaran angin yang mengangkat bola hingga ke atas di dalam sebuah tameng orange. Btw meski Tornado sudah lolos hingga level nasional di Liga 3, mereka masih mengikuti kompetisi Liga 1 Askot PSSI Pekanbaru sebagai juara bertahan.
Aksen hijau yang ada di bagian bahu ini memiliki motif unik, yang jika kita amati dengan seksama, ternyata merupakan nama apparel (FAT) yang disusun sedemikian rupa dengan font type menarik.
Sublimasi motif garis-garis kuning diagonal ini diasosiasikan sebagai hujan yang turun lalu tertiup angin, sehingga terlihat miring. Ini berarti masih konsisten dengan tema "angin" sesuai nama klub sendiri, Tornado FC.
Di bagian sampingnya, terdapat kain berpori yang lebih lebar, untuk menjaga sirkulasi udara di jersey.
Kerahnya menggunakan model V-neck dengan variasi. Yang unik, FAT masih menggunakan size label yang bukan printing, sehingga, tagnya masih "menyembul" di bagian dalam kerah. Neck tape jersey bertuliskan logo apparel secara berulang.
Di ujug lengan, masih terdapat warna kuning dengan list hijau. Dua warna ini tidak asing untuk klub dari daerah Riau, karena kuning & hijau adalah dua dari tiga warna khas di bendera Melayu.


Bagian utama jersey ini menggunakan drifit rhombus dan dikombinasikan dengan teknologi soft tech sehingga menjaga si pemain tetap kering dan nyaman saat memakainya. Bahan jerseynya berupa 100% polyester.
Tab keaslian jersey berada di pojok kanan bawah, berisi otentifikasi produk dari apparel serta tahun pendirian FAT.

Jersey ini memorable untuk Tornado FC, yang langsung meraih prestasi gemilang di level zona Riau dengan umur klub yang masih cukup muda. Sayangnya @ceritajersey lupa order dengan namesetnya sekalian :( NNSnya sendiri berwarna hijau dan hanya mencantumkan nomor punggung di bagian depan serta belakang jersey. Jersey ini belum dijual umum, jadi cukup bersyukur bisa memiliki salah satu jersey bersejarah klub Tornado FC ini. Semoga di tahun berikutnya Tornado FC bisa meraih prestasi yang lebih baik dari 2019.
Share:

Spirit of 2005 - PSIM Jogja 2019 Home Jersey

Hampir seluruh level kompetisi liga 2019 di Indonesia telah rampung. Nah sambil kita menunggu rilisan jersey-jersey terbaru di 2020, mari kita simak beberapa jersey yang sayang untuk kita lewatkan di 2019 ini. Cerita Jersey akan mengangkat beberapa jersey yang masuk di kategori #JerseyJawara, yaitu jersey-jersey yang dikenakan para juara Liga Indonesia 2019 di berbagai level kompetisi, lalu kategori #ParaPendiri yang mengangkat jersey-jersey klub para pendiri PSSI di 2019, dan beberapa jersey lainnya yang menarik dari sisi desain maupun ceritanya.
Nah edisi kali ini kita mengangkat jersey salah satu pendiri PSSI, yaitu PSIM Jogja. Klub ini berkompetisi di Liga 2 2019 dan sayangnya gagal lolos ke babak 8 besar setelah hanya menempati peringkat 7 klasemen akhir Wilayah Timur. PSIM berdiri pada 5 September 1929 dengan nama Perserikatan Sepak Raga Mataram dan baru pada 27 Juli 1930 berubah namanya menjadi Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM). Nama Mataram digunakan karena Yogyakarta merupakan pusat kerajaan Mataram. PSIM berperan dalam terbentuknya organisasi induk sepakbola Indonesia yang diberi nama PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia) pada tahun 1931. Photo by: @psimjogja
Jersey PSIM di musim 2019 ini mengusung tema Spirit of 2005, dimana pada tahun tersebut, PSIM berhasil promosi ke Divisi Utama dan meraih gelar juara Divisi I PSSI. Hal ini terlihat jelas dari desain jersey home 2019-nya yang berupa tribut ke jersey home musim 2005 dengan peletakan logo klub di bagian tengah. Tidak ada lagi warna kuning seperti pada musim sebelumnya. Dengan kata lain, musim ini PSIM kembali lagi ke warna tradisionalnya, dominan biru dengan kombinasi warna putih. Jersey ini didesain oleh Dimas Kelvin, yang juga mendesain jersey klub Bogor FC pada tahun 2018 lalu. Alhasil, dengan merujuk ke tahun 2005 tadi, maka kesan retro dari jersey ini pun cukup terasa. Walau begitu, bukan berarti tidak ada sentuhan "masa kini" untuk jersey terkait. Motif batik parang yang sudah identik dengan PSIM di beberapa musim terakhir juga masih disisipkan dalam jersey home ini.
Jersey PSIM ini bisa diperoleh di official store klub, baik melalui pembelian online maupun offline. Tidak hanya dewasa, PSIM Jogja pun menyediakan jersey ini untuk ukuran anak-anak. Jersey dikemas dalam plastic bag dan tas kresek bertuliskan official merchandise PSIM.
Mengikuti tren klub bola Indonesia saat ini, PSIM menjadi klub terkini yang juga menggunakan self apparel untuk produksi jerseynya. Meski begitu, kualitasnya tidak kalah apik lho. Logo klub yang berada di tengah ini bermaterialkan TPU. Bicara soal logo, logo yang digunakan PSIM ini merupakan logo ke-4, yang mana desainnya cukup berbeda dengan desain awalnya. Namun unsur-unsur di dalamnya tidak berubah seperti adanya bola dan Tugu Jogja. Cerita menarik mengenai logo ini adalah adanya unsur keraton yang sangat kental dengan PSIM. Seperti dikutip di Radar Jogja, logo PSIM mengambil filosofi dari Sengkalan. Julukan PSIM, "Naga Jawa" berasal dari rumusan Sengkalan ini atau Candrasengkala. Tahun lahirnya PSIM, 1929 di tahun Masehi atau 1860 di kalender Jawa identik dengan Tahun Naga. Simbol Naga Jawa ini banyak ditemui di gapura dan pintu masuk bangunan Keraton, seperti di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tamansari.
Semenjak Bambang Susanto menjadi CEO PSIM Jogja di awal musim 2019, terdapat beberapa sponsor yang masuk ke klub, seperti Parkee, Smartfren, Centre Park, dan Tolak Angin. Tentunya sponsor musim sebelumnya, ReneSola bertahan dan tetap terpampang logonya di bagian depan jersey. Logo-logo sponsor ini berupa printing polyflex.
Di bagian bahu jersey yang bermodel raglan ini, terdapat sublimasi motif batik parang. Motif ini sudah identik dengan PSIM sejak pertama kali diterapkan pada jersey klub di musim 2006 saat masih disupport oleh Bolamania. Dikutip dari wikipedia, Batik Parang memiliki makna yang tinggi dan mempunyai nilai yang besar dalam filosofinya. Batik motif dari Jawa ini adalah batik motif dasar yang paling tua dan memiliki makna petuah untuk tidak pernah menyerah.

Motif batik parang kembali terlihat di bagian samping jersey, kali ini disublimasi di kain mesh. Kain mesh ini sendiri lebih berfungsi untuk melancarkan sirkulasi udara jersey.
Kerahnya menggunakan model O-neck dengan sedikit variasi di bagian depannya. Nampak size label jersey tertera di bagian dalamnya.
Nah di bagian bawah atau umum disebut "tail shirt" terdapat julukan klub "Laskar Mataram". Model seperti ini mulai banyak digunakan oleh klub-klub Liga Indonesia. Tulisannya bisa berupa julukan klub, nama-nama legenda atau kata-kata penyemangat.
Brajamusti merupakan singkatan dari "Brayat Jogja Mataram Utama Sejati" dan merupakan aji-ajoan atau kesaktian dari Raden Gatotkaca anak dari Bima. Brajamusti merupakan suporter setia PSIM dan dalam setiap pertandingan PSIM selalu menyanyikan anthem "Aku Yakin Dengan Kamu" bersama-sama dengan pemain serta official PSIM baik sesaat sebelum tanding dan setelahnya. Anthem yang identik dengan singkata AYDK ini kemudian diabadikan di jersey PSIM sejak disponsori oleh Kelme dan berlanjut hingga musim ini. Hal ini sebagai bentuk apresiasi dan bukti bahwa suporter merupakan elemen penting dalam sebuah kesatuan terutama di sepak bola.
Tahun kelahiran klub (1929) disublimasi di bagian belakang jersey secara vertikal. Gaya seperti ini mengingatkan kita dengan jersey Persikad 1999 yang juga dirilis di awal musim ini.
Salah satu bagian favorit di jersey PSIM musim 2019 ini adalah Name & Numbersetnya (NNS). Motif batik parang tampak memenuhi bagian nomor punggungnya, senada dengan aksen putih lainnya di jersey.
Klub juga memudahkan para pembeli jersey dengan menyediakan ilustrasi nama dan nomor punggung pemainnya di awal musim ini. Terobosan yang cukup cantik dan harus diapresiasi. NNS List by: @psimjogja
Warna biru pada jersey ini merupakan hasil sublimasi pada kain drifit. Secara kenyamanan, tidak ada yang berbeda dengan jersey berbasis drifit lainnya untuk PSIM Jogja ini.
Bukti otentik dari jersey ini berupa woven dan terletak di pojok kiri bawah jersey. Tersemat tulisan "Warisane Simbah", yang memiliki makna cukup dalam. Sebagai julukan klub, "Warisane Simbah" ini berarti PSIM merupakan klub yang penuh sejarah, sebuah klub yang lahir dari proses yang luhur sehingga PSIM menjadi warisan yang harus dijaga dan dibesarkan dengan baik.

In summary, jersey yang dijual seharga 375ribu (exclude NNS) ini cukup oke. Kesan retronya dapet dan unsur-unsur lokalnya sangat pas menggambarkan PSIM sebagai klub kebanggaan masyarakat Jogja. Walaupun Spirit of 2005-nya gagal mewujudkan cita-cita PSIM untuk lolos ke Liga 1, paling tidak jersey ini menjadi salah satu bukti langkah awal klub menuju era profesional. Semoga review jersey home PSIM Jogja 2019 ini bermanfaat ya, jangan lupa untuk beli jersey originalnya.
Share:

Delightful Green - Borneo FC 2019 Away Jersey

Masih di Liga 1, kali ini kita menuju ke Kalimantan untuk melihat jubah tempur yang dikenakan salah satu tim papan atas Liga 1 2019 musim ini, Borneo FC. Klub yang baru berdiri pada 7 Maret 2014 ini membuat kejutan dengan bersaing dalam perebutan juara menjelang laga-laga akhir Liga 1 musim ini, sebelum akhirnya Bali United mengunci gelar. Photo by: @borneofc.id


Mei 2019 lalu, Borneo FC secara resmi merilis jersey yang akan mereka gunakan untuk mengarungi kompetisi Liga 1 2019. Setelah sempat menggunakannya dalam partai kandang terakhir Liga 1 2018, tampak ada beberapa perubahan di jersey home resminya. Nah, kali ini kita tidak membahas jersey homenya, namun jersey awaynya yang berwarna abu-abu dengan kombinasi hijau stabilo. Artikel ini berjudul "Delightful Green" bukan tanpa maksud. Seperti apa detailnya? Mari kita simak cerita jerserynya.

Ada tiga jersey outfield yang dirilis: orange untuk home, abu-abu untuk away, dan merah marun untuk yang third. Borneo FC hanya mempertahankan warna orangenya saja untuk jersey home. Sejauh pengamatan @ceritajersey selama ini, warna jersey away & thirdnya selalu berubah-ubah tiap musim. Hal yang wajar untuk klub di era saat ini. Pemilihan warna abu-abu di jersey away ini cukup bagus ketika dikombinasikan dengan aksen hijau stabilo. Dengan tepat, NH Project memilih warna ini untuk diaplikasikan di logo apparel serta sponsor sehingga menimbulkan warna monokrom dan terlihat elegan. Di badan jersey juga terdapat gambar latar berupa ikan pesut mahakam yang merupakan ikon kota Samarinda.

Jersey Borneo FC musim ini dikemas dalam boxset edisi terbatas, yang mana (awalnya) hanya tersedia untuk pembelian bulan Mei 2019. Jika beruntung, mungkin kalian masih bisa mendapatkannya saat ini. Boxnya cukup kokoh, berwarna hitam dengan siluet sebuah bangunan ikonik di samping dan emboss ikan pesut di badan kotak.

Saat box kita buka, di sisi kiri terdapat otentifikasi berupa tanda tangan Nabil Husien, Presiden Borneo FC, di bawah logo klub dan julukannya. Bisa juga ini berfungsi menggantikan sertifikat yang selama ini lumrah kita temui di sejumlah boxset jersey.

Selain jersey, pembelian di awal rilis saat itu juga mendapatkan free syal/scarf official klub. Boxset ini paket idaman tiap suporter Borneo FC nih.. Tinggal pakai jersey, bawa syal, siap ke stadion dukung langsung tim kebanggaan.

Seperti yang sudah ditunjukkan di akhir musim, jersey musim ini disupport oleh NH Apparel. NH merupakan inisial dari Nabil Husien, Presiden Borneo FC. Berbeda dengan logo di jersey pre season yang berbahan flock, logo di jersey Liga 1 ini berbahan polyflex yang cukup tebal. Hmm, atau plastisol? Warna stabilonya ciamik. Btw review jersey pre season 2019 Borneo FC bisa kalian baca di link ini ya.

Logo Borneo FC menggunakan TPU yang dilaminasi doff. Even menarik, tapi sepertinya harus berhati-hati soal kuat tidaknya logo ini menempel di jersey. Ada cerita di balik nama Borneo untuk klub yang berdomisili di Samarinda ini. Tambahan nama "Borneo" untuk klub (sebelumnya Putra Samarinda (setelah akuisisi Perseba Super)) dipilih oleh para direksi klub supaya Pusamania Borneo FC (PBFC) tidak hanya mengharumkan kota Samarinda, melainkan juga mengangkat nama pulau Borneo atau Kalimantan di kancah sepak bola nasional dan internasional.  Di tahun 2017, nama klub berubah dari Pusamania Borneo FC menjadi Borneo FC saja. Walau begitu, nama "Pusamania" tetap tertulis di logo resmi klub.


Soal pressing yang kurang ketat juga ditemui logo sponsor di sisi bahu. Material cutting polyflexnya kurang menempel, tapi sebenarnya bisa kita siasati sendiri dengan melakukan press ulang.

Untuk sponsor dada sendiri materialnya lebih tebal, sama seperti yang digunakan pada logo apparel. Pemilihan warna Borneo FC untuk sponsor di jersey away & thirdnya cocok. Seharusnya sponsor di jersey home juga berwarna monokrom seperti yang ditunjukkan pada pertandingan akhir musim lalu.
Bagian kerahnya berupa rib, sama seperti di lengan. Selain size label, slogan klub "Manyala" juga tertera di dalamnya, sama seperti di jersey pre season lalu. Neck tapenya pun sudah bertuliskan "Pesut Etam", julukan Borneo FC.
Rib yang digunakan pada jersey ini terletak di kerah dan lengan, so far sih untuk urusan kecocokan di dua bagian ini, jersey Borneo FC yang paling pas. Kelenturannya bisa menyesuaikan dengan ukuran lengan & kepala kita saat akan dipakai. Rib di dua bagian ini pun masih beraksen hijau stabilo. Konsisten dengan tema jersey awaynya.

Untuk nameset di jersey, sama seperti patch yang lainnya, warna NNS juga menyesuaikan menjadi hijau stabilo. Font typenya tidak ada perubahan dari yang digunakan pada pre season lalu. Ada logo ikan pesut kecil yang serupa dengan logo klub di ujung bawah nomor punggung.

Selain di bahu dan badan, logo sponsor juga menempel di bagian belakang, tepatnya di atas NNS. Fyi, GlowOne merupakan perusahaan lampu asal Korea Selatan. 

Sama seperti jersey pre season lalu, bagian samping jersey Borneo FC untuk liga juga memiliki pori-pori di bagian samping yang terbuat dari kain erbin polyester. Warnanya tentu hijau stabilo, supaya sesuai dan konsisten.

Black tab authenticnya berbeda dengan bahan di jersey pre season, karena untuk liga ini material tabnya berupa woven yang dijahit. Tahun pembuatan jersey tampak dituliskan di bawah logo NH Project.

Jersey ini berbahan polyester, cuttingnya cukup slimfit untuk pemakai, jadi hati-hati saat memilih sizenya ya. Washing tag jersey mirip dengan model pre seasonnya, berisi penegasan mengenai keaslian produk dan petunjuk pencucian yang disusun seinteraktif mungkin.

Overall, jersey Borneo FC besutan Nabil Husein (NH) Project ini oke, di luar kualitas pressnya yang sebaiknya ditingkatkan. Rilisan limitednya yang ekslusif berupa boxset di bulan pertama peluncuran menambah value dari jersey ini. Harganya juga cukup terjangkau dan rasional untuk standar tim Liga 1, sekitar 370an ribu dan bisa diperoleh di official store Borneo FC. Tahun 2019 ini merupakan musim resmi pertama NH Project debut dalam kancah perjerseyan dan dilihat dari trennya, sepertinya akan banyak klub lain di Indonesia yang menyusul. Di samping margin profit yang bisa lebih tinggi, mungkin saja hal ini juga untuk makin menguatkan branding klub (atau pemilik?) itu sendiri. Yah.. apapun itu, selama jerseynya mudah didapat, harga terjangkau, klub tidak kesulitan logistik, seharusnya tidak masalah. Dan yang pasti, sebagai suporter ayo kita beli produknya yang original. Semoga review jersey Borneo FC 2019 ini bermanfaat ya.
Share:
@ceritajersey 2020. Powered by Blogger.

Search The Jersey

Labels